Ketua Human Resource (HR) Mining Group Indonesia Mining Association (IMA), Muliawan Margadana mengatakan, sektor pertambangan menghadapi tantangan dalam hal pengelolaan tenaga kerja di tengah berbagai dinamika global.
Menurutnya, dalam jangka pendek misalnya, ada potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai salah satu buntut dari perang dagang Amerika dan China, khususnya pada tambang-tambang berskala kecil yang terdampak kondisi ekonomi global, mulai dari penurunan harga komoditas dan penerapan tarif Trump.
“Kita mengkhawatirkan proses PHK, terutama di tambang kecil akibat penurunan harga dan tekanan tarif global dan kebijakan luar negeri,” ungkapnya saat ditemui pada acara Seminar Nasional Ketenagakerjaan Sektor Pertambangan di Jakarta, Kamis (17/4).
Kemudian, sambung Muliawan, digitalisasi dan otomatisasi kini menjadi fokus transformasi industri tambang. Penggunaan alat berat dan sistem berbasis teknologi menuntut peningkatan keterampilan tenaga kerja secara kuantitatif dan kualitatif.
Dampaknya tidak hanya pada jumlah karyawan, tetapi juga pada keahlian yang dibutuhkan. Proses upskilling menjadi hal mutlak agar pekerja bisa mengoperasikan peralatan modern dengan efisien dan aman.
“Sekarang sudah ada alat yang bisa mendeteksi supir mengantuk dari kemiringan kepala. Ini menuntut HR untuk update, termasuk penyederhanaan sistem informasi dan rekrutmen,” ujar Muliawan.
Kontribusi sektor pertambangan terhadap penyerapan tenaga kerja juga terbilang signifikan, khususnya di daerah penghasil seperti Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan sebagainya. Namun, transisi energi dan tuntutan ESG (environmental, social, governance) berpotensi mengubah komposisi dan keterampilan tenaga kerja. Jika transisi ke energi terbarukan tak dikelola dengan baik, risiko pengurangan lapangan kerja menjadi ancaman serius.
“Kalau pindah ke energi terbarukan, maka industri akan mengecil dan keterampilannya berubah. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) juga bisa turun kalau ini tidak diantisipasi,” terang Muliawan.
Salah satu isu ESG yang terus berkembang adalah peningkatan partisipasi gender di sektor tambang. Meski bekerja di lingkungan dengan risiko tinggi dan area terpencil, jumlah pekerja perempuan terus meningkat.
Mulai dari operator alat berat hingga insinyur tambang perempuan, peran mereka semakin diakui. Bahkan studi menunjukkan bahwa operator wanita cenderung lebih berhati-hati dan efisien.
“Penelitian di Australia menunjukkan operator wanita lebih rapi dan produktif. Tingkat kehati-hatian mereka berkontribusi positif pada keselamatan kerja,” kata Muliawan.
Pada kesempatan yang sama, Human Capital Technology and Transformation Deloitte, Oloan Manurung mengungkapkan, bahwa transformasi dunia kerja kini tidak hanya soal teknologi, tapi juga perubahan mendasar pada cara bekerja dan jenis keterampilan yang dibutuhkan.
Pekerjaan yang sebelumnya bersifat rutin kini berkembang menjadi lebih kompleks dan strategis. Ini menuntut adaptasi keterampilan dan pendekatan baru dalam manajemen SDM.
“Dulu site monitoring ya cuma memantau tambang. Sekarang bisa dua sampai tiga langkah lebih kompleks dan butuh keterampilan yang berbeda,” ujar Oloan.
Beberapa pekerjaan akan tergantikan teknologi, kata Oloan, sebagian lainnya akan dialihkan, dan sisanya mendorong manusia untuk mengambil peran yang lebih strategis.
Dalam empat dekade terakhir, laju pengembangan teknologi jauh melampaui pengembangan sumber daya manusia. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi organisasi untuk menciptakan ekosistem pengembangan keterampilan yang relevan.
“Dalam 40 tahun terakhir, teknologi berkembang lebih cepat dibanding kebijakan dan sumber daya manusia. Kita perlu bangun skill hub dan sistem taksonomi keterampilan,” tambahnya.
Oloan juga menyoroti perubahan karakteristik generasi pekerja. Menjelang 2027, 50 persen tenaga kerja diprediksi berasal dari generasi Z yang lebih mengedepankan inovasi dan motivasi pribadi dibanding stabilitas. Jika organisasi ingin mempertahankan talenta terbaik, maka strategi retensi harus disesuaikan. Bukan semua harus dipertahankan, tetapi yang penting adalah menjaga mereka yang memiliki karakter dan peran strategis. “Kita tidak mungkin meretensi semuanya. Tapi penting untuk memastikan orang-orang yang penting dan berkarakter tetap ada di perusahaan,” tegas Oloan.