Beranda Tambang Today Umum Singapura Akan Ajukan Dua Proposal Terkait Impor Listrik Rendah Karbon

Singapura Akan Ajukan Dua Proposal Terkait Impor Listrik Rendah Karbon

Jakarta,TAMBANG,- The Energy Market Authority (EMA), sebuah lembaga yang bernaung dibawah Kementerian Perdagangan dan Industri, Pemerintah Singapura berencana mengajukan Request for Proposal terkait impor listrik rendah karbon. Isinya terkait kebutuhan impor listrik pada tahun 2035 sebesar 4 gigawatt. Hal ini menjadi bagian dari upaya Singapura mendekarbonisasi sektor listrik. Selain itu untuk meningkatkan ketahanan energi dengan mendiversifikasi sumber pasokan energi.

Besaran impor listrik rendah karbon ini diperkirakan akan memenuhi sekitar 30% dari kebutuhan listrik Singapura pada 2035. Pasokan yang tersisa akan terus dipasok dari berbagai sumber, mulai dari pembangkit listrik berbahan bakar gas alam, tenaga surya dan pemanfaatan limbah menjadi energi.

Dokumen proposal pertama akan diterbitkan pada November 2021, kemudian dokumen proposal kedua diharapkan terbit pada kuartal kedua 2022.

Hal ini disampaikan EMA pada kegiatan Singapore International Energy Weeks (SIEW 2021). Dijelaskan bahwa perubahan iklim adalah ancaman nyata global dan Singapura melakukan bagiannya untuk mengurangi emisi demi masa depan yang lebih berkelanjutan. Sektor listrik memiliki peran penting karena menyumbang sekitar 40% dari emisi karbon Singapura.

“Kami sedang bertransisi ke sumber energi yang lebih hijau dengan memanfaatkan empat sumber energi yakni gas alam, surya, jaringan listrik regional, dan alternatif rendah karbon untuk mengubah pasokan energi kami. Ini akan memungkinkan kami untuk mengurangi emisi sektor listrik dan memastikan bahwa sistem tenaga kami tetap aman, andal dan berkelanjutan,”ungkap Ngiam Shih Chun, Chief Executive EMA dalam siaran pers yang diterima www.tambang.co.id, Senin (25/10).

Saat ini, gas alam merupakan bahan bakar fosil dengan pembakaran terbersih menjadi “saklar” pertama. Telah digunakanuntuk menghasilkan sekitar 95% listrik Singapura. EMA akan terus bekerja sama dengan perusahaan pembangkit listrik untuk meningkatkan efisiensi pembangkit listrik mereka. Sementara tenaga surya menjadi sumber energi kedua bagi Singapura. Saat ini tengah berada di jalur yang tepat untuk mencapai target sebesar 1,5 gigawatt-peak (GWp) pada tahun 2025 dan setidaknya 2 GWp pada tahun 2030.

Tantangannya Singapura memiliki keterbatasan lahan. Terlepas dari upaya terbaik, tenaga surya kemungkinan hanya akan menyumbang sekitar 3% dari total permintaan listrik negara pada tahun 2030.

Sumber lain yang juga didorong adalah energi rendah karbon dari luar wilayah Singapura, sambil mendukung upaya dekarbonisasi regional. Singapura juga akan mengembangkan sumber energi lain diantaranya hydrogen. Juga pemanfaatan teknologi seperti penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon yang dapat mengurangi emisi karbon dari penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik.

Terkait dengan itu, EMA akan mengeluarkan Dokumen Request for Proposal (RFP) terkati impor listrik pertama dengan kapasitas hingga 1,2 GW. Ini akan dimulai pada tahun 2027. Sedangkan RFP kedua untuk jumlah sisa impor listrik pada tahun 2035.

Ngiam Shih Chun menjelaskan untuk menjaga kehandalan energi, EMA akan bekerja sama dengan importir potensial untuk memastikan bahwa perlindungan yang memadai diterapkan untuk mengurangi gangguan pasokan yang berkepanjangan. EMA juga akan melihat diversifikasi sumber impor demi mengurangi potensi risiko.

RFP untuk impor listrik akan memungkinkan Singapura untuk melanjutkan upaya dalam mengembangkan jaringan listrik regional dan mendukung dekarbonisasi regional. Sambil mendukung aksi iklim perusahaan dan mendiversifikasi sumber energi.

Untuk mempersiapkan impor listrik di masa mendatang, EMA telah bekerja sama dengan berbagai mitra selama dua tahun terakhir dalam uji coba impor listrik. Uji coba memungkinkan EMA untuk menilai dan menyempurnakan kerangka teknis dan peraturan untuk mengimpor listrik ke Singapura.

EMA telah menunjuk YTL PowerSeraya Pte Ltd (YTLPS) untuk uji coba dua tahun terkait impor 100 megawatt (MW) listrik dari Semenanjung Malaysia dengan mengikuti proses RFP yang dimulai pada Maret 2021. YTLPS dipilih karena proposalnya paling mampu memenuhi permintaan EMA terkait persyaratan uji coba impor tenaga listrik melalui interkonektor yang ada. Ini diharapkan akan dimulai pada awal 2022.

EMA juga memulai uji coba dengan konsorsium yang dipimpin perusahaan pembangkit listrik PacificLight Power Pte Ltd (PLP) untuk mengimpor 100 MW listrik non-intermiten dari pembangkit listrik tenaga surya di Pulau Bulan, Indonesia. Listrik akan disuplai melalui interkonektor baru yang secara langsung menghubungkan pembangkit listrik tenaga surya di Pulau Bulan ke pembangkit listrik PLP di Singapura. Pilot diharapkan akan ditugaskan sekitar tahun 2024.

Singapura juga sedang mengerjakan Proyek Integrasi Daya Lao PDR-Thailand-Malaysia-Singapore (LTMS-PIP). Ini terkait impor daya hingga 100 MW dari Lao PDR ke Singapura melalui Thailand dan Malaysia menggunakan interkoneksi yang ada dari tahun 2022 hingga 2023.

Pada bulan September 2021, keempat negara telah mengeluarkan Pernyataan Bersama Kedua sebagai penegasan kembali komitmen mereka terhadap proyek tersebut. Selanjutnya akan menantikan penyelesaian awal dari semua perjanjian yang mendasari LTMS-PIP untuk memulai perdagangan tenaga listrik lintas batas pada tahun 2022. Proyek akan berfungsi sebagai pencari jalan untuk mewujudkan visi ASEAN Power Grid yang lebih luas dari perdagangan listrik multilateral di kawasan ini.