Jakarta – TAMBANG. Untuk tahun 2015, lifting minyak Indonesia diperkirakan hanya ada di kisaran 845 ribu barel per hari (bph). Padahal, pertengahan September lalu, pemerintah dan DPR RI telah menyepakati lifting minyak dalam APBN 2015 sebanyak 900 ribu bph. Molornya perkembangan produksi Blok Cepu lagi-lagi dituding jadi biang keladi.
“Ada potensi sampai 870 ribu bph, namun yang diketok di DPR kan 900 ribu bph. Kita tidak tahu bagaimana merealisasikan itu dari program kerja dan anggaran (Work Program and Budgeting / WPnB) yang sedang berjalan. Kita lihat di bawah 845 ribu bph,” ungkap Gde Pradnyana, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dalam Forum Bisnis yang digelar sebagai rangkaian acara Kongres Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), di Jakarta, Selasa (2/12).
Alasan yang optimisme target lifting yang ditetapkan ketika itu adalah operasional Blok Cepu yang dijadualkan sudah mencapai puncaknya pada bulan Juli. Namun, target itu menjadi nyaris mustahil dengan puncak produksi (peak production) yang baru bisa direalisasikan paling cepat pada bulan Oktober. Gde menyebut bahwa produksi dari Blok Cepu hingga akhir tahun 2015 bisa mencapai 165 ribu bph.
Untuk tahun ini sendiri, lifting minyak hanya diproyeksikan di angka 804 ribu bph, juga meleset dari target sebesar 818 ribu bph. Sampai bulan Oktober lalu, produksi minyak masih ada di kisaran 780 ribu bph.
Karena sulitnya menggenjot produksi minyak nasional, SKK Migas pun berupaya meyakinkan pihak berwenang untuk melakukan revisi. “Ada kemungkinan kita akan melakukan revisi terhadap target yang telah ditetapkan DPR. Ini yang sedang kita upayakan,” kilahnya.
Selain perkiraan produksi yang tidak mencapai target, kegiatan eksplorasi pun diproyeksikan SKK Migas hanya terealisasi 60%. Artinya, dari 132 kegiatan eksplorasi, hanya sekitar 80 yang akan mencapai realisasi, sementara sisanya mengalami kegagalan. Sampai bulan November lalu, dilaporkan 50% kegiatan eksplorasi yang sudah terlaksana.
Kegiatan eksplorasi migas, menurut Gde, masih terkendala berbagai hal seperti regulasi, perizinan, pajak, dan hambatan-hambatan lainnya. Ia menggarisbawahi bahwa hambatan eksplorasi ini pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap keberhasilan mencapai target produksi migas jangka panjang.