Beranda Mineral Tata Kelola Ekspor Harus Lebih Baik

Tata Kelola Ekspor Harus Lebih Baik

Thamrin Latuconsina, Direktur Impor Kementerian Perdagangan menilai, perusahaan surveyor berperan penting sebagai verifikator independen. Surveyor harus jujur dalam memeriksa batu bara yang akan diekspor. Sayang, banyak eksportir belum siap.

Wawancara Thamrin Latuconsina, Direktur Impor Kementerian Perdagangan.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/2014 menyita perhatian eksportir batu bara dalam negeri. Kini seluruh eksportir wajib memiliki sertifikat eksportir terdaftar (ET) sebagai syarat melakukan ekspor. Selain itu, dalam peraturan menteri disebutkan bahwa peran perusahaan surveyor menjadi perhatian lebih sebagai verifikator independen yang bertugas memeriksa batu bara yang akan diekspor.

Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Thamrin Latuconsina, tahu benar alasan mengapa peraturan menteri itu diterbitkan. Saat peraturan diteken, ia masih menjabat sebagai direktur ekspor produk industri dan pertambangan, Kementerian Perdagangan. Pertengahan Agustus lalu, seminggu setelah menempati jabatan barunya, Thamrin bercerita kepada wartawan Majalah TAMBANG, Vicharius DJ, mengenai latar belakang terbitnya peraturan menteri itu.

Apa sebetulnya latar belakang terbitnya Permendag Nomor 39/2014?

Rujukannya tentu UU Minerba Nomor 4/2009, kemudian PP Nomor 9/2012, lalu peraturan pelaksanaan lain yang diatur Kementerian ESDM sebagai lembaga yang melakukan pembinaan di hulu. Itu payung hukumnya. Kami memandang bahwa tata kelola ekspor batu bara sudah saatnya diatur lebih baik, mengingat produk batu bara adalah hasil fosil yang tidak terbarukan. Sewajarnya bila pemerintah, melalui kementerian terkait, melakukan kembali reposisi tata kelola batu bara kini dan masa datang.

Banyak eksportir yang belum siap?

Betul. Kenyataannya memang begitu. Mereka minta ditinjau kembali, karena berbagai kesiapan birokrasi di Kementerian ESDM, terutama tata cara pemberian rekomendasi belum dilakukan dengan baik. APBI juga memberikan informasi, dan kami yang mengkajinya. Sekarang lagi dikaji, apakah pemberlakuan peraturan menteri perdagangan ini bisa ditunda menjadi 1 Oktober 2014. Karena setiap kebijakan harus bisa diimplementasikan. Kalau di lapangan memang masih harus ada yang ditunggu, entah itu pelaku usaha ataupun kementerian lain. Ya kita harus tunggu supaya pelaksanaannya bisa lebih baik.

Bagaimana dengan eksportir yang belum dapat lisensi ET, tapi sudah ada ikatan kontrak?

Ini kan asumsi. Bila memang terjadi seperti itu, maka ada jalan keluar dari Kemendag. Kami sudah pengalaman bermitra dengan instasi lain. Dulu di Permendag No. 4 juga ada jalan keluar, karena setiap ada kebijakan tentu kami ingin dunia usaha juga senang. Kegiatan ekspor tidak terganggu, kegiatan produksi juga tidak terganggu.

Apa tetap diperbolehkan ekspor?

Saya tetap berpandangan bahwa ada jalan keluar untuk tetap melakukan ekspor. Yang paling penting adalah kewajiban penyertaan salinan pembayaran royalti. Ini perhatian utama Kemendag dalam tata kelola, agar ke depan semakin tertib.

Verifikasi batu bara oleh surveyor biayanya ditanggung eksportir. Apakah ini tidak rawan kongkalikong?

Sebenarnya terkait dengan surveyor, bukanlah hal baru bagi Kemendag dalam penetapan kebijaksanan verifikasi, baik di pelabuhan muat untuk tujuan ekspor maupun pelabuhan muat untuk tujuan impor. Surveyor yang diikutkan di dalam verifikasi adalah perusahaan yang independen, sehingga sangat mungkin melakukan hal di luar aturan.

Nah, kalaupun sampai terjadi, maka ada sanksi hukum bila ditemukan kesalahan. Sanksi adminstratif diatur dalam Kemendag untuk surveyor ataupun pengusaha yang tak taat. Selain itu, ada sanksi lain yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Kemendag tidak bisa memberikan sanksi pidana. Jadi pengaturan ini cukup ketat. Apabila ada yang main-main risikonya cukup berat.

Mengapa bukan pemerintah yang bayar surveyor?

Terkait dengan biaya untuk verfikasi, idealnya disediakan negara agar tidak ada kekhawatiran dari pemerintah atas kredibilitas kerja perusahaan survei. Tapi karena kondisi keuangan negara belum membaik untuk menanggung seluruh pembiyaan, maka Kementerian Perdagangan membebankan biaya verfikasi pada perusahaan. Pemerintah harus melihat ketersediaan anggaran.