Beranda Mineral Ditjen Minerba Siapkan 7 Langkah Strategis Kembangkan Logam Tanah Jarang

Ditjen Minerba Siapkan 7 Langkah Strategis Kembangkan Logam Tanah Jarang

logam tanah jarang
Sumber: Ganeca Environmental Services.

Jakarta, TAMBANG – Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba), Kementerian ESDM, menunjukkan keseriusan dalam memperkuat pengembangan logam tanah jarang (LTJ) nasional. Saat ini terdapat tujuh langkah strategis yang tengah diupayakan, yaitu:

  1. Pengujian multi unsur sejak eksplorasi hingga pemurnian;
  2. Pemanfaatan by-product seperti tailing yang mengandung LTJ;
  3. Penetapan LTJ sebagai komponen strategis dalam ekosistem industri nasional;
  4. Penetapan LTJ sebagai industri prioritas nasional;
  5. Adopsi konsep urban mining dan ekonomi sirkuler;
  6. Insentif fiskal dan kemudahan investasi;
  7. Penguatan riset dan teknologi pemisahan LTJ.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara, Julian Ambassadur menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi logam tanah jarang yang besar, baik dari sumber primer maupun hasil samping (by-product) industri mineral lainnya seperti bauksit, timah, dan nikel. Dari hasil kajian, tailing industri tersebut mengandung LTJ dalam jumlah yang signifikan — mulai dari 150 ppm pada tailing nikel hingga 2.000 ppm pada tailing timah.

“Keuntungan LTJ dari tailing adalah tidak perlu eksplorasi baru, tinggal diolah atau diekstraksi. Ini jauh lebih efisien dan berpotensi besar bagi ekonomi nasional,” jelas Julian dalam keterangan resmi, dikutip Senin (10/11).

Julian menegaskan pentingnya memperkuat kolaborasi riset nasional. Dulu ada tiga pilot plant untuk kegiatan penelitian dan pengembangan LTJ, di PT Timah, BBPMB Tekmira, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

“Ke depan, riset dan kolaborasi lintas lembaga harus diperkuat agar Indonesia tidak hanya menjadi produsen bahan mentah”, imbuh Julian. 

Kata Julian, Ditjen Minerba saat ini tengah menyiapkan revisi peraturan menteri yang akan menegaskan posisi LTJ sebagai mineral logam strategis di bawah kewenangan pemerintah pusat. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 296 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025, yang memperkuat dasar hukum pengelolaan mineral kritis nasional.

“Dalam draf permen baru, badan usaha wajib melakukan eksplorasi lanjutan, jika dalam dua-tiga tahun tidak dilakukan, maka wilayah izin dikembalikan kepada negara,” jelasnya.