Beranda Mineral Freeport Indonesia Tolak Lepas Hak-Hak Di Kontrak Karya

Freeport Indonesia Tolak Lepas Hak-Hak Di Kontrak Karya

Jakarta-TAMBANG, Perusahaan tambang tembaga dan emas asal Amerika Serikat PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menyatakan menolak mengakhiri kontrak karya dan beralih ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Hal ini disampaikan langsung Presiden dan CEO Freeport-McMoRan Inc Richard C. Adkerson.

Richard mengatakan UU Pertambangan Mineral dan Batubara 2009 dengan tegas menyatakan tetap mengakui Kontrak Karya sampa masa kontrak berakhir. Namun pemerintah meminta agar Freeport mengakhiri Kontrak Karya 1991 agar memperoleh suatu izin operasi yang tidak pasti dan persetujuan ekspor jangka pendek.
“Kami tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan oleh Kontrak Karya yang merupakan dasar dari kestabilan dan perlindungan jangka panjang bagi Perusahaan kami dan vital terhadap kepentingan jangka panjang para pekerja dan para pemegang saham kami,” katanya di Jakarta, Senin (20/2/2017).

Freeport Indonesia menurut Richard telah secara konsisten melakukan upaya itikad baik untuk selalu tanggap terhadap perubahan hukum dan peraturan pemerintah Indonesia, beberapa diantaranya membawa dampak negatif terhadap operasi kami di tambang Grasberg, Papua.

“Saya telah berada di Jakarta selama beberapa hari untuk menangani berbagai permasalahan yang saat ini dihadapi perusahaan sehubungan dengan diterbitkannya peraturan-peraturan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait ekspor konsentrat,” tandasnya.

Berdasarkan Kontrak Karya, Freeport telah melakukan investasi US$12 miliar dan sedang melakukan investasi sebesar $15 miliar guna mengembangkan cadangan bawah tanahnya.

Bersama tim manajemen dan beberapa tokoh masyarakat setempat, lanjutnya, Freeport bekerja sama untuk melindungi kepentingan Perusahaan dan semua pemangku kepentingan, termasuk karyawan. Pihaknya butuh kepastian hukum dan fiskal untuk melakukan investasi modal skala besar dan berjangka panjang untuk mengembangkan cadangan Freeport di wilayah operasi di Papua.

Berdasarkan Kontrak Karya Pemerintah telah menerima 60% manfaat finansial langsung dari operasi perseroan. Pajak-pajak, royalti-royalti, dan dividen-dividen yang dibayarkan kepada Pemerintah sejak 1991 telah melebihi US$16,5 miliar sedangkan Freeport-McMoRan telah menerima US$10.8 miliar dalam bentuk dividen.

Freeport terang Adkerson telah dengan itikad baik berupaya untuk fleksibel dan berkomitmen untuk mengubah Kontrak Karya ke Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada saat Pemerintah dan Freeport menandatangani perjanjian investasi yang disepakati bersama yang memberikan Freeport hak-hak yang sama sebagaimana diatur dalam Kontrak Karya, konsisten dengan surat jaminan dari Pemerintah kepada PTFI tanggal 7 Oktober 2015.

“Kami telah mendiskusikan dengan Pemerintah untuk memperoleh jangka waktu enam bulan guna merundingkan perjanjian investasi ini. Ekspor akan diijinkan dan Kontrak Karya tetap berlaku sebelum ditandatanganinya perjanjian investasi tersebut. Namun demikian, peraturan-peraturan Pemerintah saat ini mewajibkan Kontrak Karya diakhiri untuk memperoleh ijin ekspor, hal mana tidak dapat kami terima,” tegasnya.

Pihaknya pun pada 17 Januari 2017, PTFI telah menyampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pemberitahuan mengenai tindakan-tindakan wanprestasi dan pelanggaran Kontrak Karya oleh Pemerintah.

Ia pun berharap perselisihan yang akan terjadi dengan Pemerintah dapat diselesaikan tapi dengan mencadangkan hak-hak kita sesuai Kontrak Karya berhadapan dengan Pemerintah, termasuk hak untuk memulai arbitrase untuk menegakkan setiap ketentuan-ketentuan Kontrak Karya dan memperoleh ganti rugi yang sesuai.

Sampai sekarang PT Freeport Indonesia belum dapat mengekspor tanpa mengakhiri Kontrak Karya. Ini akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi semua pemangku kepentingan, termasuk penangguhan investasi modal, pengurangan signifikan dalam pembelian barang dan jasa domestik, hilangnya pekerjaan bagi para kontraktor dan pekerja kami, karena kami terpaksa menyesuaikan pengeluaran-pengeluaran kegiatan usaha kami sesuai dengan pembatasan produksi tersebut.

“Situasi ini tidak menguntungkan dan mengkhawatirkan kita semua. Saya sangat menghargai dukungan kita semua terhadap Perusahaan kami selama waktu yang sulit ini. Tim manajemen kami berkomitmen untuk bekerja melindungi kepentingan jangka panjang kita semua. Saya tetap berharap bahwa kita dapat mencapai jalan keluar yang disepakati bersama oleh Perusahaan kami dan Pemerintah,” tuturnya.