Beranda Batubara IEA: Sampai 2026 Permintaan Batubara Global Mulai Koreksi,Faktor Cina Menentukan

IEA: Sampai 2026 Permintaan Batubara Global Mulai Koreksi,Faktor Cina Menentukan

Jakarta,TAMBANG, Badan Energi Dunia, International Energy Agency (IEA) kembali merilis laporan terkait pasar batu bara global. Di sana disebutkan bahwa permintaan salah satu sumber energi ini mulai mengalami koreksi sampai 2026. Ini merupakan yang pertama bagi lembaga ini mengumumkan penurunan permintaan batu bara global.

Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa permintaan batubara global pada tahun 2023 meningkat sebesar 1,4%. Namun dibanding tahun  2022 sebagai ada koreksi. Tahun 2022 permintaan Batubara global memecahkan rekor tertinggi yakni 4%. Meski hanya naik 1,4% tahun ini konsumsi batu bara dunia di 2023 tetap membukukan rekor baru yakni melampaui angka 8,5 miliar ton.

IEA kemudian mengurai tentang trend koreksi haru batu bara. Lembaga ini melihat bahwa permintaan baatu bara mulai mengalami titik balik. Dijelaskan bahwa koreksi permintaan yang terjadi di 2023 ini karena adanya penurunan tajam di sebagian besar negara maju. Termasuk rekor penurunan konsumsi di Uni Eropa dan Amerika Serikat yang masing-masing sebesar sekitar 20%. Kondisi berbeda terjadi di negara-negara berkembang yang konsumsinya masih sangat tinggi. Kenaikan terbesar adalah India dengan 8% dan Cina dengan 5%. Ini terjadi karena meningkatnya permintaan listrik dan lemahnya pasokan Listrik dari pembangkit listrik tenaga air.

IEA memperkirakan permintaan batu bara global akan turun sebesar 2,3% pada tahun 2026 dibandingkan dengan tingkat permintaan pada tahun 2023. Ini bahkan terjadi tanpa adanya upaya pemerintah mendorong dan menerapkan kebijakan energi bersih dan iklim yang lebih kuat. Penurunan ini lebih didorong oleh perluasan besar-besaran kapasitas energi terbarukan yang mulai beroperasi dalam tiga tahun hingga tahun 2026.

Lebih dari separuh perluasan kapasitas energi terbarukan global ini akan dilakukan di Cina. Menariknya negara ini menguasai separuh permintaan batu bara dunia. Ini akan berdampak pada permintaan batu bara Tiongkok yang diperkirakan akan turun pada tahun 2024 dan mencapai titik stabil pada tahun 2026.

“Oleh karena itu, prospek batu bara di Cina akan sangat terpengaruh di tahun-tahun mendatang oleh laju penerapan energi ramah lingkungan, kondisi cuaca, dan perubahan struktural dalam sektor energi,”demikian tulis laporan tersebut.

Trend pelemahan permintaan ini tentu menjadi khabar baik bagi pemerhati lingkungan dan upaya pengurangan emisi karbon global. Maklum saja batu bara di satu pihak masih menjadi sumber energi terbesar untuk pembangkit listrik, pembuatan baja dan produksi semen. Tetapi juga menjadi sumber emisi karbon dioksida (CO2) terbesar dari aktivitas manusia.

Sayangnya sejauh ini diperkirakan konsumsi batu bara global masih akan tetap diatas 8 miliar ton hingga tahun 2026. Padahal untuk menurunkan emisi pada tingkat yang konsisten dengan tujuan Perjanjian Paris, penggunaan batu bara harus dikurangi secara signifikan lebih cepat.

”Kami telah melihat penurunan permintaan batu bara global beberapa kali, namun penurunan tersebut hanya berlangsung singkat dan disebabkan oleh peristiwa luar biasa seperti runtuhnya Uni Soviet atau krisis Covid-19. Kali ini tampak berbeda, karena penurunannya lebih bersifat struktural, didorong oleh perluasan teknologi energi ramah lingkungan yang besar dan berkelanjutan,” urai Keisuke Sadamori, Direktur Pasar dan Keamanan Energi IEA.

Dijelaskan pula bahwa, “Titik balik dalam sektor batu bara jelas sudah di depan mata – meskipun laju perluasan energi terbarukan di negara-negara utama Asia akan menentukan apa yang akan terjadi selanjutnya, dan diperlukan upaya yang lebih besar untuk memenuhi target iklim internasional,”tambah Keisuke.

Masih dari laporan tersebut, disebutkan bahwa pergeseran permintaan dan produksi batu bara ke Asia semakin cepat. Tahun ini, Tiongkok, India, dan Asia Tenggara diperkirakan menyumbang tiga perempat dari konsumsi global. Ini berarti naik dari hanya sekitar seperempat pada tahun 1990. Konsumsi di Asia Tenggara diperkirakan akan melebihi konsumsi Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk pertama kalinya.

Hingga tahun 2026, India dan Asia Tenggara merupakan satu-satunya kawasan yang konsumsi batubaranya diperkirakan akan meningkat secara signifikan. Di negara-negara maju, perluasan energi terbarukan di tengah lemahnya pertumbuhan permintaan listrik diperkirakan akan terus mendorong penurunan struktural konsumsi batu bara.

pendapatan
Pengangkutan Batu Bara di Kawasan NPLCT Arutmin, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Dok: Rian.

Sementara itu, Tiongkok, India, dan Indonesia– tiga produsen batu bara terbesar di dunia – diperkirakan akan memecahkan rekor produksi pada tahun 2023, sehingga mendorong produksi global ke titik tertinggi baru pada tahun 2023. Ketiga negara tersebut kini menyumbang lebih dari 70% produksi batu bara dunia.

Perdagangan batu bara global diperkirakan akan mengalami kontraksi karena menurunnya permintaan di tahun-tahun mendatang. Namun, perdagangan akan mencapai titik tertinggi baru pada tahun 2023, didorong oleh pertumbuhan yang kuat di Asia.

Impor Tiongkok diperkirakan akan mencapai 450 juta ton, yang merupakan 100 juta ton di atas rekor global sebelumnya yang ditorehkan negara ini pada tahun 2013. Sementara ekspor Batubara Indonesia pada tahun 2023 akan mendekati 500 juta ton yang juga merupakan rekor global.

Dengan pertumbuhan di India dan ASEAN yang mengimbangi penurunan di Uni Eropa dan Amerika Serikat, Cina tetap menjadi pemain penentu dalam menentukan tren penurunan permintaan batubara di seluruh dunia. Pertumbuhan energi terbarukan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan permintaan listrik secara keseluruhan kemungkinan akan mendorong konsumsi batubara global ke arah penurunan. Hal ini berarti batu bara kemungkinan akan mencapai puncaknya pada tahun 2023.