Beranda Batubara IMEF: Perubahan RKAB Dari Tiga Tahun Kembali Jadi Setahun Karena Alasan Pasar,...

IMEF: Perubahan RKAB Dari Tiga Tahun Kembali Jadi Setahun Karena Alasan Pasar, Kurang Tepat

Jakarta,TAMBANG,- Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengaku akan mengkaji masukan DPR RI terkait Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) di sektor pertambangan dari yang berlaku 3 tahun untuk kembali menjadi setahun. DPR melihat RKAB tiga tahun telah membuat ketidaksesuaian antara pasokan dengan konsumsi sehingga pasar menjadi oversupplay yang berimbas pada harga.

Terkait dengan hal ini Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) menyampaikan beberapa catatannya. Ketua IMEF Singgih Widagdo kembali mengingatkan tentang semangat awal dari lahirnya kebijakan RKAB untuk masa tiga tahun khusus di sektor batubara. “Kita harus memahami saat RKAB dibuat untuk masa tiga tahun dari 2024 sampai 2026. Dimana tahun 2024 ditetapkan target produksi batubara sebesar 922,16 Juta dan seterusnya 917,12 juta serta 902,97 juta. Dengan menetapkan RKAB selama tiga tahun perusahaan tambang akan mendapat kepastian untuk berinvestasi baik untuk capex eksplorasi maupun infrastruktur, termasuk mempersiapkan mining plan. Demikian juga perusahaan jasa pertambangan, akan lebih dapat memastikan terkait investasi di alat berat, juga leasing yang diperkuat perbankan,”terang Singgih.

Ia melihat kebijakan RKAB selama tiga tahun dibuat untuk memperkuat industri pertambangan, perusahan jasa pertambangan dan sekaligus perbankan. “Sementara perubahan RKAB dari tiga tahun ke satu tahun, lebih untuk menjawab kondisi penurunan potensi ekspor batu bara yang bagi Indonesia didominasi oleh Cina dan India. Perubahan dari tiga tahun menjadi satu tahun kurang tepat jika ditujukan menjawab kondisi pasar saat ini. Rencana Pemerintah untuk menurunkan produksi nasional dalam menjawab kondisi pasar yang terbuka tidak harus diselesaikan dengan merubah visi menengah atau panjang yang telah ditetapkan,”tandas Singgih.

Ditegaskan pula bahwa penurunan impor Cina saat ini lebih disebabkan oleh tiga alasan. Pertama, kontraksi industri manufaktur Cina. Tercatat di Purchasing Manufactures Index di Mei turun menjadi 49.4 (kontraksi) dibandingkan bulan sebelumnya di 50.4. Akibatnya terjadi penurunan penggunaan batubara di industri. Bahkan dengan penurunan penggunaan batubara, stock di sebagian pelabuhan cukup tinggi. Hal kedua, produksi batubara nasional Cina terus menguat dan hal yang sama dilakukan oleh India. Rata-rata produksi Cinasudah mencapai 400 juta per bulan dan India sebesar 90-100 juta per bulan.

Hal ketiga; dengan memperhitungan keekonomian harga batubara, Cina lebih bergeser menggunakan batubara kualitas medium dan tinggi, ini terbukti dengan naiknya impor batubara Rusia dan Australia, masing-masing sebesar 62 persen dan 6 persen. Sebaliknya Indonesia turun sebesar 12 persen.

Kondisi pasar semestinya dapat terjadi bukan untuk waktu yang lama, namun merubah kebijakan RKAB dari tiga tahun menjadi satu tahun menjadi tidak tepat. Jika Pemerintah (ESDM) dapat melakukan persetujuan dan rencana produksi dibawah RKAB. Dan ini terbukti bagaimana target produksi Pemerintah di tahun 2024 sebesar 710 juta ton, namun realisasi sebesar 836 juta ton dan tahun ini rencana produksi sebesar 735 juta ton.

Jadi dengan penurunan impor dari Cina dan India dan juga Cina mendapatkan harga terbaik dari Rusia, maka langkah yang harus dilakukan Pemerintah justru mengevaluasi kebijakan yang ada di hulu/tambang yaitu dampak kebijakan yang langsung menyentuh keuangan dan biaya tambang, seperti royalti, Dana Hasil Ekspor dan juga B40. “Jadi Pemerintah bukan sebatas memprioritas pendapatan negara atas komoditas batubara, namun terpenting menyeimbangkan dampak kebijakan di hulu yang terkait pada sisi biaya penambangan dan harga batubara dipertemukan dengan pasar global yang bersifat terbuka. Jadi dalam mengelola sumber daya alam (SDA) termasuk batubara, bagaimanapun semestinya dibuat melalui kebijakan jangka panjang,”tandas Singgih.

Menurutnya lagi jika RKAB tetap dipaksakan selama satu tahun, maka terpenting bagi perusahaan tambang yang saat ini berjumlah 800 lebih, persetujuan RKAB jangan sampai terlambat. Periode Desember sampai Januari menjadi periode kritis bagi perusahaan tambang dalam mendapatkan persetujuan RKAB. “Juga saya memproyeksikan tidak ada alasan fundamental saat ini yang mampu mengangkat harga batubara. Harga saat ini yang berada di USD100 per ton saya proyeksikan akan terjadi sampai akhir tahun 2025,”tutupnya.