Beranda Asosiasi IESR: Indonesia – Tiongkok Perlu Rumuskan Kemitraan Pembiayaan Transisi Energi

IESR: Indonesia – Tiongkok Perlu Rumuskan Kemitraan Pembiayaan Transisi Energi

kemitraan pembiayaan transisi energi

Jakarta, TAMBANG – Institute for Essential Services Reform (IESR) menyarankan Indonesia dan Tiongkok agar merumuskan kemitraan pembiayaan transisi energi pada Konferensi Tingkat Tinggi Kerjasama Internasional BRI atau Belt and Road Forum yang ketiga di Beijing pada tanggal 17-18 Oktober 2023.

“IESR yang turut diundang dalam rangkaian agenda KTT BRI tersebut, mengharapkan adanya terobosan baru dalam kemitraan BRI Indonesia-Tiongkok, terutama untuk pembiayaan transisi energi, di antaranya untuk energi terbarukan, pengakhiran dini operasional PLTU batu bara, industri hijau serta kolaborasi teknologi energi terbarukan yang erat untuk  mempercepat transisi energi,” ucap Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, Selasa (17/10).

Fabby yang juga menjadi pembicara dalam Seminar Tingkat Tinggi  Membangun Visi Baru untuk Jalur Sutera Hijau di Beijing yang diselenggarakan oleh BRI International Green Development Coalition (BRIGC) and Foreign Environmental Cooperation Center (FECO), Kementerian Ekologi dan Lingkungan Tiongkok, mengungkapkan Indonesia membutuhkan sokongan pendanaan yang besar, sekitar USD 1 triliun, dari negara-negara maju dan negara lainnya, salah satunya Tiongkok untuk mencapai net zero emission pada 2060.

“Pembiayaan merupakan hal yang krusial, yang berperan sebagai tulang punggung transisi ini. Opsi pembiayaan yang mudah diakses dan terjangkau dapat mempercepat transisi rendah karbon secara global, meningkatkan penerapan teknologi hijau, menghentikan penggunaan aset padat emisi, dan mengoptimalkan portofolio aset energi,” ungkap Fabby.

IESR memandang Tiongkok dapat mendukung Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pendanaan untuk mempercepat transisi energi.

“Melalui BRI ini, Tiongkok dan Indonesia dapat membentuk kemitraan pembiayaan transisi energi. Kemitraan ini perlu melibatkan lembaga keuangan, penyedia teknologi, dan pemerintah,  sehingga dapat membuka lebih banyak lagi pembiayaan domestik, memacu inovasi, dan mendorong kemakmuran ekonomi bersama,” jelas Fabby.

Fabby meyakini bahwa pengembangan energi terbarukan menjadi tiket untuk memuluskan upaya penurunan emisi global yang akan berkontribusi dalam mencegah krisis iklim yang lebih parah. Tidak hanya itu, pemanfaatan energi terbarukan secara masif juga akan meningkatkan keamanan energi Indonesia.

Dari sisi teknologi, Tiongkok juga memimpin dunia dalam pengembangan energi terbarukan, terutama PLTS. Pada peta jalan dekarbonisasi sistem energi Indonesia untuk mencapai target Persetujuan Paris yakni bebas emisi pada 2050, IESR menemukan Indonesia memerlukan pemanfaatan energi surya melalui PLTS hingga 80% dari sistem energi di Indonesia pada 2050.