Jakarta – TAMBANG. Gubernur Japan Bank for International Coopration (JBIC), Hiroshi Watanabe bertandang ke Indonesia dan menghadap Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun ia mengaku tidak bermaksud mendesak pemerintah soal kelanjutan proyek PLTU Batang, yang turut digarapnya.
“Hari ini kami tidak bicarakan proyek itu,” ujar Watanabe, Senin (19/1), usai menemui Wakil Presiden di Jakarta.
Proyek pembangkit listrik berkapasitas 2 x 1.000 MW di Provinsi Jawa Tengah itu memang menghadapi kendala pembebasan lahan dan penolakan warga terkait isu lingkungan. JBIC yang ikut berperan dalam pembiayaan proyek itu pun menyerahkan keputusan akhir pada pemerintah Indonesia.
“Keputusan ada di pemerintah indonesia, JBIC siap untuk mendukung keputusan itu,” Watanabe bertutur.
JBIC sendiri menghadapi tekanan dari dalam negeri terkait keterlibatannya dalam proyek pembangkit yang dianggap tidak ramah lingkungan.
September 2014 lalu, seorang anggota parlemen Jepang bernama Mizuho Fukushima mendukung warga Batang yang menolak pembangunan proyek PLTU Batang. Selain JBIC, ia juga mendesak Kementerian Keuangan, dan Kementerian Ekonomi Jepang untuk membatalkan megaproyek kelistrikan bersumber energi batu bara itu.
Namun demikian, Watanabe menjelaskan bahwa sebenarnya pihak JBIC siap untuk mendukung pemanfaatan berbagai sumber daya yang tersedia di Indonesia.
“Yang jelas kami berupaya untuk mendiversifikasi sumber energi sangat penting. Indonesia, sangat beruntung indonesia punya gas, minyak, batu bara, geothermal dan juga hidro,” pungkasnya.
Watanabe mengakui bahwa dalam pertemuan hari ini, JBIC hanya menyampaikan keinginannya untuk meningkatkan kerja sama dengan Indonesia. Indonesia saat ini masih menjadi pelanggan JBIC terbesar di Asia, dan memiliki kesamaan dengan Jepang yang merupakan negara maritim.
Ia pun mengaku Jepang akan menghormati langkah pemerintah Indonesia yang berencana membatalkan tiga proyek yang melibatkan investor Jepang. Pembatalan ini disebutkan karena ketiga proyek tersebut tidak masuk dalam prioritas pemerintah. Meskipun demikian, ia tidak merinci proyek apa saja yang akan dibatalkan.
Proyek PLTU Batang sendiri merupakan proyek yang termasuk dalam Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). PLTU Batang berteknologi pulverized coal supercritical, sehingga diklaim lebih ramah lingkungan.
Dalam pengerjaan PLTU Batang, pemerintah menggandeng PT Bhimasena Power Indonesia yang merupakan konsorsium beranggotakan Adaro dan dua perusahaan asal Jepang, yakni J Power dan Itochu. Proyek ini diperkirakan menelan investasi sekitar Rp 30 triliun.