Beranda Mineral MIND ID, Garda Terdepan Pengembangan Logam Tanah Jarang

MIND ID, Garda Terdepan Pengembangan Logam Tanah Jarang

Jakarta,TAMBANG,- Logam Tanah Jarang (LTJ), salah satu produk tambang yang kembali ramai diperbincangkan. Bermula ketika Cina sukses membuat Amerika Serikat “mengalah” dalam drama perang tarif di awal tahun ini. LTJ jadi senjatan andalan menekan Amerika Serikat. Xi Jinping mengancam tidak lagi mengekspor mineral penting ini jika Amerika Serikat masih menerapkan tarif impor tinggi atas produk Cina. Donald Trump pun menyerah.

Bagi Amerika Serikat, mineral langka ini dibutuhkan industri vital seperti industri kendaraan listrik dan pertahanan. Hampir semua kebutuhan mineral tanah jarang Amerika Serikat dipasok dari Cina.

Cina sejauh ini pemain utama mineral tanah jarang dunia. Lebih dari 70% pasokan bijih mineral tanah jarang dunia dipasok negara ini.  Sementara proses serta pemurnian senyawa tanah jarang lebih dari 90% dilakukan di Cina.

Di sisi lain, kebutuhan mineral tanah jarang ke depan diperkirakan akan meningkat pesat. Data menyebutkan di 2040 permintaannya akan tumbuh 50-60% dan melampaui pasokan. Salah satu pemicunya adalah permintaan magnet permanen di kendaraan listrik dan turbin angin meningkat signifikan.

Kondisi ini menjadi peluang bagi negara-negara yang punya potensi logam tanah jarang. Indonesia juga memiliki potensi logam tanah jarang. Salah satunya monasit yang merupakan mineral ikutan dari timah. Dalam monasit ada beberapa unsur LTJ yakni serium dan lanthanum. Juga ada thorium sebagai bahan baku utama pembangkit listrik tenaga nuklir.  

PT Timah,Tbk  mengaku memiliki potensi cadangan monasit sekitar 25.700 ton di wilayah Bangka. Perusahaan juga sudah punya stok monasit dari hasil pengolahan timah selama ini. Monasit ini disimpan di Unit Metalurgi, Mentok.

Sejak 2010, Emiten berkode saham TINS sudah mulai melakukan studi terkait pengembangan mineral yang masuk dalam kelompok mineral strategis. Perusahaan juga sudah membangun pilot plant di Tanjung Ular, Kabupaten Bangka Barat. Pilot Plant ini dibangun bersama MIND ID selaku Holding BUMN Industri Pertambangan Indonesia.

Kemudian sejak tahun lalu perusahaan juga mulai mencari mitra strategis. Maklum saja salah satu tantangan dari pengembangan tanah jarang adalah ketersediaan teknologi. China masih sebagai penguasa teknologi pemrosesan mineral tanah jarang.

Dengan langkah yang sudah dilakukan, cukup beralasan jika Presiden Prabowo Subianto secara khusus mendorong PT Timah untuk mulai mengembangkan LTJ dari monasit. Ini disampaikan langsung pada Direktur Utama PT Timah,Tbk Restu Widiyantoro. Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara membagikan hal ini pada media.   

Presiden meminta Restu untuk mulai serius mengembangkan pengolahan mineral tanah jarang dalam Rapat Terbatas membahas energi dan pertambangan. “Salah satu yang dibahas adalah bagaimana ke depannya Indonesia fokus untuk pengolahan REE (Mineral Tanah Jarang)  dan itu sumbernya ada di timah dalam bentuk monasit,”terang Suhendra.

Ia bahkan menjelaskan para petinggi negara mendorong PT Timah untuk segera merilis proyek mineral tanah jarang.  “Saat ini kami masih fokus pada penambangan timah. Sementara mineral ikutannya belum dioptimalkan dalam pengembangannya. Tetapi ke depan, dari sisi pengembangan usaha, perusahaan akan masuk ke wilayah itu,”terang Suhendra.

Pria yang baru diangkat jadi Direktur pada Mei lalu ini menyebutkan salah satu kendala pengolahan dan pemurnian monasit dari timah saat ini terkait dengan spek yang belum sesuai persyaratan. “Itu harus dilakukan treatment tambahan agar bisa memenuhi persyaratan ataupun spek yang disyaratkan. Jadi ada persyaratan yang kalau tidak salah itu harus dibawah 50 bpm kandungan fosfatnya,”terang Suhendar.

Selama ini sudah ada beberapa mitra dan negara yang datang dan mengajak kerja sama. Perusahaan akan mencari formula kerjasama yang saling menguntungkan. Perusahaan juga membuka kesempatan kerjasama dengan banyak pihak, termasuk Badan Industri Mineral yang baru baru ini dibentuk Presiden Prabowo. 

PT Timah sudah menjajaki kerjasama dengan Intitute Teknologi Bandung (ITB)  yang saat ini sampai pada tahap penyempurnaan kerjasama. Kerjasama ini meliputi banyak aspek baik metodologi pun geologi.

Suhendar mengakui dari sisi bisnis ada potensi yang sangat besar. Dari sisi pasokan saat ini masih mengandalkan sumber dari pengolahan timah. Ke depan akan dicari juga sumber lain dari potensi LTJ di Indonesia.

****

Ketua Badan Keahlian Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Risal Kasli menyebutkan Indonesia memiliki potensi logam tanah jarang. Namun, karena kurangnya eksplorasi sehingga belum ada yang diklasifikasikan sebagai cadangan. Hanya monasit yang merupakan mineral ikutan penambangan dan pengolahan timah.

“Kalau mau pemerintah bisa menggalakkan kegiatan eksplorasi terutama logam tanah jarang ini. Memang diperlukan dana yang cukup besar untuk itu. Apalagi di tengah efisiensi anggaran yang saat ini dilakukan pemerintah, mustahil kegiatan besar-besaran dilakukan,”tandas Rizal.

Ia memberi solusi lewat pihak swasta atau junior mining company yang mempunyai kompetensi dan kemampuan finansial untuk melakukan eksplorasi mineral. “MIND ID sebagai holding BUMN tambang bisa lebih berperan melakukan eksplorasi,”ungkapnya.

Ia juga mengingatkan ada banyak faktor yang menentukan layaknya suatu endapan mineral atau cadangan bisa ditambang secara ekonomis. “Kunci utamanya adalah melakukan kegiatan eksplorasi secara masif untuk mengejar ketertinggalan agar Indonesia bisa berperan dalam ekosistem supply chain logam tanah jarang,”ungkap mantan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi).

Hal lain yang juga tidak kalang penting adalah Pemerintah sebagai regulator perlu memikirkan dan membuat regulasi yang bisa menarik minat investasi di bidang eksplorasi logam tanah jarang. “Regulasi ini yang akan memberikan kepastian hukum, jaminan investasi dan keamanan berusaha,”tutupnya.

*****

Sementara Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM, Muhammad Wafid menjelaskan keterdapatan dan potensi LTJ di Indonesia ditemukan di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dengan berbagai jenis endapan. Di Bangka Belitung ditemukan bersama dengan endapan Timah dan memiliki sumber daya LTJ dalam bentuk mineral monasit lebih dari 186 ribu ton. Juga berupa Xenotim lebih dari 20 ribu ton dalam endapan alluvial timah.

Sementara di Sumatera diperkirakan memiliki sumber daya mendekati 20 ribu ton berupa endapan laterit yakni di Sumatera Utara (Tapanuli Utara). Sedangkan di bagian Sumatera lainnya ditemukan lokasi-lokasi indikasi. Kalimantan terutama Kalimantan Barat, memiliki potensi LTJ tipe laterit sebesar 219 ton. Sementara di Sulawesi sumber daya LTJ jenis laterit sekitar 443 ton.

“Sayangnya sampai saat ini belum tersedia data cadangan, baru sebatas sumber daya hipotetik dan tereka,”tandas Muhamad Wafid.

Untuk diketahui, dari data Badan Geologi, Logam Tanah Jarang (LTJ) yang terdiri dari 17 unsur yaitu 15 unsur dari grup lantanida yaitu La, Ce, Pr, Nd, Pm, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm, Yb, Lu. Kemudian ditambah Y (Yttrium) dan Sc (Scandium). Semuanya memiliki kesamaan sifat kimia, sehingga keberadaannya biasanya didapat secara bersama dalam suatu mineral pembawa mineral tanah jarang.

Di Indonesia ini semua ditemukan, namun yang banyak ditemukan Nd, Pr, La, Ce, Sm, Y, Sc, Er dan Y. Sementara mineral pembawa LTJ yang sudah terkonfirmasi diantaranya adalah Monasit dan Xenotim dari pertambangan timah. Unsur LTJ didalam mineral Monasit didominasi La (lanthanum), Ce (Cerium), Nd (Neobdium). Sedangkan unsur LTJ didalam mineral Xenotim yang khas adalah kandungan logam Y (Yttrium). Dari pertambangan bauksit terutama didapat kandungan logam Y (Yttrium), sedangkan dari pertambangan nikel terutama didapat kandungan logam Sc (Scandium).

Wafid menyebutkan Indonesia bisa menjadi pemain penting di mineral tanah jarang jika bisa menciptakan infrastruktur pengelolaan dari hulu hingga ke hilir. Dari sana negara ini akan menuju industrialisasi mineral tanah jarang.

Ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan. Pertama; inventarisasi sumber daya dan cadangan LTJ. Kedua; dibangunnya industri antara yang didukung teknologi ekstraksi yang sesuai dengan karakter keterdapatan mineral tanah jarang di Indonesia sampai dengan industri pengolahan/ekstraksi dengan hasil akhir logam tanah jarang.

Ketiga; pengembangan Industri hilir dan manufaktur berbasis mineral tanah jarang. Ini semua perlu didukung kebijakan yang kuat dan kerjasama yang terarah antar Kementerian dan lembaga. Juga regulasi mulai dari eksplorasi, penambangan, pengolahan, ekstraksi hingga pemanfaatannya di industri berbasis mineral tanah jarang.

Ia juga menyebutkan sejumlah kendala yang dihadapi selama ini. Mulai dari belum tersedia infrastruktur industri mineral tanah jarang. Kemudian data cadangan LTJ yang belum tersedia, dan tata kelola usaha belum diatur secara rinci. Hal lain lagi permasalahan mendasar sebagaimana industri pengolahan umumnya, belum diketahui secara pasti berapa jumlah potensi mineral tanah jarang di Indonesia yang tersedia.  

Kemudian belum ada akses Badan Geologi melalui PSDMBP untuk menginventarisasi mineral tanah jarang sebagai mineral ikutan timah.

“Saat ini, kegiatan eksplorasi terus menerus dilakukan guna memperoleh data yang lebih komprehensif mengenai sebaran, jenis mineral pembawa, serta perkiraan sumber daya LTJ. Namun, untuk dapat mendorong pengelolaan hingga tahap yang lebih maju, diperlukan dukungan yang bersifat lintas sektor,”tandasnya.

MIND ID sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam mengelola mineral vital ini. Tetapi masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan termasuk dari Pemerintah. Layak ditunggu langkah nyata MIND ID lewat PT Timah dalam mengembangkan salah satu “senjata” menguasai dunia ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini