Beranda Tambang Today Pembangunan Pembangkit Geothermal Kerap Terganjal Isu Sosial

Pembangunan Pembangkit Geothermal Kerap Terganjal Isu Sosial

Kepala Sub Direktorat Penyiapan Program Panas Bumi Ditjen EBTKT Kementerian ESDM,Havidh Nazif, saat bicara di diskusi “Masa Depan Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia"yang digelar Majelis Nasional KAHMI, di Jakarta, Rabu (28/3).

Jakarta, TAMBANG – Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia ditargetkan mencapai 23 persen di tahun 2025. Target tersebut didominasi pembangunan pembangkit Panas Bumi atau Geothermal.  Sayangnya,  pengembangan energi panas bumi seringkali terganjal isu sosial.

 

Kepala Sub Direktorat Penyiapan Program Panas Bumi Ditjen EBTKT Kementerian ESDM, Havidh Nazif mengungkapkan, masyarakat kerap melakukan resistensi manakala wilayahnya sedang dieksplorasi.

 

“Kita ingat bagaimana perjalanan pembangunan energi panas bumi di Baturraden, lalu di Jawa Timur, dan wilayah lainnya. Masyarakat sepertinya masih belum memahami apa sebenarnya yang sedang kita lakukan,” kata Havidh Nazif, saat bicara di diskusi “Masa Depan Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia: Kajian kritis atas terbitnya RUPTL 2018-2027” yang digelar Majelis Nasional KAHMI, di Jakarta, Rabu (28/3).

 

Menurutnya, sosialisasi mengenai pentingnya EBT, khususnya energi panas bumi, harus lebih digencarkan. Sebab, pemahaman yang salah, akan menghambat upaya pemerintah mengejar target 23 persen EBT di tahun 2025.

 

“Banyak masyarakat awam mengidentikan pembangkit energi panas bumi dengan (kasus) Lapindo. Kemudian muncul resistensi. Ini jadi masalah. Resistensi ini saja sudah memakan energi dan waktu kita,” papar Havidh.

 

Lebih lanjut, Havidh menyinggung soal Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Baturraden yang berada di lerang Gunung Slamet. Pernah ada beredar kabar, nantinya pepohonan dan hutan Gunung Slamet akan dipangkas habis dalam proses eksplorasi.

 

“Ini hitungannya dari mana ? Padahal untuk mengahasilkan 110 MW saja itu cukup dengan luas lahan 10 hektar,” papar Havidh.

 

Untuk diketahui, WKP r dikelola oleh PT Sejahtera Alam Energy (SAE). Saat ini, SAE diproyeksikan akan membangun fasilitas pembangkit dengan kapasitas 220 MW. Proyeksi lahan yang dibutuhkan sekitar 45 hektar. Sehingga WKP Baturraden tidak akan melahap habis Gunung Slamet.

 

Sebagai informasi, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, telah menyetujui perpanjangan masa eksplorasi SAE hingga 26 bulan ke depan. Tenggat waktu masa perizinan SAE sebelumnya akan habis pada 10 April 2018.