Beranda Mineral Pemerintah Enggan Memberi Relaksasi Pada Harita

Pemerintah Enggan Memberi Relaksasi Pada Harita

ilustrasi

Jakarta-TAMBANG. Perusahaan tambang mineral, PT Harita Prima Abadi meminta pemerintah untuk memberikan insentif atau relaksasi pada perusahaannya agar bisa melakukan ekspor bijih bauksit. Permintaan itu diajukan lantaran Harita tengah membangun smelter alumina bersama PT Cita Mineral Investindo Tbk.

 

Menanggapi permintaan itu, Direktur Jenderal Minerba, R Sukhyar mengatakan pemerintah tetap memberikan apresiasi pada Harita akan keseriusannya membangun smelter. Namun pihaknya tidak akan bisa memberikan insentif apapun selama undang-undang Minerba tidak ubah.

 

“Ini hanya bisa dilakukan ketika kita mengubah undang-undang .Memang ada rencana mengamandemen UU tetapi saya kira untuk larangan ekspor DPR akan mengacu pada keputusan MK,” kata Sukhyar kepada Majalah TAMBANG, Senin (8/12).

 

Sebelumya Direktur Utama Harita Prima Abadi, Erry Sofyan membandingkan apa yang sudah dilakukan Harita dengan perusahaan asing seperti Newmont Nusa Tenggara dan Freeport Indonesia. Kedua perusahaan itu diwajibkan membangun smelter tembaga namun mereka mendapatkan keistimewaan dengan diperbolehkannya ekspor konsentrat tembaga meskipun sebelumnya sempat dilarang.

 

“Ibaratnya mereka kan seperti anak kos dan kami (Harita) adalah anak sendiri. Masak kami diperlakukan beda dengan orang lain,” kata Erry.

 

Terkait pertimbangan yang diajukan Erry, Sukhyar beranggapan, apa yang terjadi antara Newmont, Freeport, dan Harita adalah satu hal yang berbeda. Menurut Sukhyar, alasan diperbolehkannya Freeport dan Newmont melakukan ekspor konsentrat karena produk itu termasuk bahan olahan yang sudah diatur adalam Permen No.1/2014. Sedangkan yang ingin diekspor oleh Harita belum termasuk kategori olahan.

 

“Tidak bisa disamakan dengan Freeport dan Newmont. Yang mereka jual itu konsentrat yang sudah diolah. Sekarang mereka hanya wajib memurnikan,” pungkasnya.

 

Sebagai informasi, Harita Group mengklaim telah melakukan pembangunan tahap konstruksi 39,8%. Investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan smelter tersebut mencapai Rp 12 triliun dan hingga saat ini Harita sudah menghabiskan dana mencapai Rp 1,2 triliun dengan target penyelesaian tahap I pada 2015 mendatang.