Beranda Tambang Today Pemerintah Harus Segera Putuskan Pengelolaan Blok Masela

Pemerintah Harus Segera Putuskan Pengelolaan Blok Masela

Jakarta-TAMBANG– Masyarakat masih menunggu apa keputusan yang diambil Pemerintah terkait pengelolaan Blok Masela, Provinsi Maluku. Sayangnya sampai saat ini Pemerintah belum mengambil keputusan. Padahal untuk sebuah bisnis besar, ketepatan dan kecepatan waktu dalam memutuskan menjadi salah satu faktor penting.

Seperti diketahui sebagai proyek besar, Blok Masela diyakini akan memberi efek ganda yang luar biasa besar bagi perekonomian nasional dan masyarakat lokal. Namun semua potensi tersebut bakal terus tertunda apabila pengembangan Blok Masela sesuai plan of development (POD) yang diajukan tidak kunjung mendapat kepastian.

Selama ini perdebatan masih seputar pengembangan proyek Blok Masela dengan skema kilang terapung atau kilang di darat. Dari hasil kajian SKK Migas skema kilang terapung lebih memberikan nilai tambah dan manfaat ganda bagi sejumlah sektor, yang pada gilirannya menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi masyarakat. Namun sebagian pihak termasuk Menteri Maritim dan Sumber daya Mimeral Rizal Ramli lebih mendorong skema pembangunan kilang di darat.

Anggota Komisi VII DPR RI Dito Ganinduto mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak menunda lagi rencana pengembangan Blok Masela sesuai dengan masukan Kementerian ESDM setelah mendapat rekomendasi SKK Migas.
“Saya tidak punya interest di sana. Tetapi pemerintah harus segera memutuskan karena kalau terlalu lama bisa saja nasibnya akan sama dengan proyek IDD yang sekarang ini tidak jelas. Apalagi dengan tren harga minyak dunia yang anjlok, proyek itu bakal tidak ekonomis untuk dikembangkan jika selalu menunda,” katanya.

Perlu diketahui berdasarkan kajian LPEM UI, manfaat ekonomi dari skema kilang terapung dengan perkiraan belanja modal sekitar US$14,8 miliar tersebut akan menumbuhkan PDB sekitar US$126,3 miliar, penerimaan negara sebesar US$51,8 miliar, pendapatan rumah tangga sekitar US$14,5 miliar, dan menyerap 657 ribu tenaga kerja dari penciptaan lapangn pekerjaan baru.

Sementara itu, dari sisi maritim, skema kilang terapung Blok Masela memberikan dampak nilai tambah yang terukur dan secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi antara lain melalui pertumbuhan PDB sekitar US$1,8 miliar, pendapatan rumah tangga sekitar US$563 juta, dan pembukaan lapangan pekerjaan sekitar 15.736 orang.

Sementara itu, penundanaan satu tahun atas pengembangan proyek tersebut bakal berdampak merugikan perekonomian sekitar US$4,2 miliar dari sisi PDB, US$0,34 miliar dari sisi pendapatan rumah tangga, dan 22,676 potensi menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Pengamat Energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, salah satu tantangan dalam pengembangan lapangan migas di laut dalam adalah soal teknologi yang proven untuk dalam negeri. Meski demikian menurut Komaidi seharusnya dari sisi teknologi sudah bukan lagi masalah karena teknologi bisa dibeli.

Namun yang dibutuhkan saat ini tidak lain keputusan terkait pengelolaan migas. “Karena kalau terus menunda sebenarnya yang dirugikan tidak hanya dua perusahaan yakni Shell dan Inpex tetapi juga negara. Seperti sekarang kalau tidak segera diputuskan biaya operasional tetap jalan namun itu nanti akan masuk dalam Cost recovery yang harus dibayar Pemerintah juga,”katanya.

Komaidi menilai keputusan ini sebenarnya menjadi kewenangan Kementrian ESDM namun mungkin karena ini proyek besar dan jika salah mengambil keputusan akan disorot maka keptusan diangkat ke level yang lebih tinggi. “Tetapi diharapkan itu tidak lantas membuat keputusan menjadi bertele-tele, “Kata Komaidi.

Menurut Berly Martawijaya, ekonom dari Universitas Indonesia (UI), aspek multiplier effect untuk perekonomian Indonesia dapat terealisasi apabila proyek tersebut aman untuk dikembangkan dalam jangka panjang. Skema kilang terapung lebih menjamin kesinambungan pengembangan perekonomian masyarakat dalam jangka panjang.

“Daerah ini tergolong rawan gempa. Dalam tahun ini saja sudah kurang lebih lima kali terjadi gempa yang tergolong besar. Beberapa kali terjadi gempa dengan kekuatan 5 skala richter bahkan ada yang mencapai 6 skala ricter. Sementara pipa ini bukan terbuat dari karet. Seberapa jauh infrastruktur ini bisa bertahan. Itu juga yang harus dijawab,” tegas dia.