Beranda Tambang Today Pengusaha Nilai Pengembalian RKAB ke Skema Tahunan Hambat Investasi

Pengusaha Nilai Pengembalian RKAB ke Skema Tahunan Hambat Investasi

RKAB Tahunan
ilustrasi

Jakarta, TAMBANG – Kalangan pengusaha mempertanyakan rencana pengembalian format RKAB tambang ke skema tahunan yang tengah dikaji Kementerian ESDM.

Mereka menilai jika wacana ini disahkan, maka akan ada ribuan perusahaan yang akan dievaluasi dan itu bakal menghambat iklim investasi, produksi dan PNBP ke negara.

“Jika masa RKAB kembali menjadi 1 tahun, maka ribuan perusahaan harus mengajukan persetujuan setiap tahun. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana mengevaluasi ribuan dokumen secara tepat waktu tanpa menghambat investasi, produksi, dan kontribusi industri tambang bagi perekonomian nasional?” ungkap Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia, Meidy Katrin Lengkey dalam keterangan tertulis, dilansir Jumat (4/7).

APNI menegaskan bahwa RKAB 3 tahun telah terbukti memberikan kepastian usaha dan efisiensi bagi pemerintah maupun perusahaan. Oleh karena itu, APNI memberikan masukan konstruktif yakni mempertahankan RKAB 3 tahun sekali.

“Pertahankan RKAB 3 Tahun, sistem ini tidak perlu diubah kembali menjadi 1 tahun. Kepastian jangka menengah sangat vital bagi perencanaan investasi dan operasional perusahaan,” jelasnya.

Apni juga menyarankan agar pemerintah meningkatkan pengawasan berbasis realisasi produksi tahunan untuk menyesuaikan antara data di RKAB dengan permintaan di lapangan.

“Tingkatkan Pengawasan Berbasis Realisasi: Pemerintah dapat memperkuat evaluasi output realisasi produksi tahunan untuk memastikan kesesuaian antara target RKAB dengan permintaan riil pasar domestik dan global. Ini lebih efektif daripada mengubah periode RKAB,” katanya.

Meidy kemudian menyebut bahwa pemerintah harus berani menghapus revisi volume semester akhir dan digantikan dengan sistem penyesuaian berbasis realisasi output tahunan. Tujuannya agar terhindar proyeksi berlebih.

“Hapus Revisi Volume Semester Akhir: Sistem penyesuaian RKAB di akhir tahun berjalan sebaiknya dihentikan. Gantikan dengan mekanisme penyesuaian berbasis realisasi output tahunan untuk mencegah proyeksi berlebihan (over-optimistic) dan memungkinkan pemantauan yang lebih terukur,” jelasnya.

Menurut Meidy, pemerintah juga disarankan agar memperkuat Implementasi Permen ESDM No. 10/2023: Peraturan yang sudah mengatur RKAB 3 tahun ini tidak perlu diubah. Fokus harus pada penguatan pengawasan untuk menjamin produksi sesuai ketentuan regulasi.

“Evaluasi Kepmen ESDM No. 84/2023: Ketentuan produksi tidak boleh melebihi kapasitas tertinggi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) perlu ditinjau ulang. Aturan ini berpotensi mendorong perusahaan mengajukan kenaikan produksi secara agresif, berisiko menyebabkan overproduction bijih nikel – terutama saat permintaan smelter domestik stagnan atau menurun akibat pelemahan harga global dan kenaikan biaya produksi,” tandasnya. 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini