Jakarta, TAMBANG – Skema power wheeling atau sewa jaringan dinilai dapat menjadi peluang bisnis baru bagi PLN, sekaligus solusi untuk membuka akses lebih luas bagi pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menjelaskan bahwa konsep power wheeling pada dasarnya mirip dengan sistem jalan tol. Pihak yang ingin memanfaatkan jaringan transmisi PLN membayar biaya sewa, sebagaimana pengguna jalan tol membayar tarif untuk melintas.
“Kalau kita ngetap itu, kita sebenarnya sedang membayar sewa jaringan,” ujar Komaidi usai menghadiri Aspebindo Energy Executive Forum 2025 di Jakarta, Senin (17/11).
Ia mencontohkan sektor gas yang telah menerapkan sistem serupa melalui kebijakan open access. Dahulu jaringan gas dikuasai sepenuhnya oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk PGN, namun kini ruas-ruas tertentu sudah dibuka sehingga pihak swasta dapat mengaksesnya.
Menurutnya, jika diterapkan secara lebih luas, skema sewa jaringan berpotensi menjadi sumber pendapatan baru bagi PLN. “Nah, kalau di Gas, itu sudah ada beberapa ruas yang sudah dibuka. Namanya open access. Dulu kan dikuasai oleh PGN. PLN bisa bermain di dua bisnis, pertama, bisnis sewa jaringan, kedua, bisnis jualan listrik,” jelasnya.
Namun, ia menegaskan bahwa model bisnis PLN perlu direformasi agar selaras dengan target pengembangan EBT nasional. Saat ini, harga listrik dari EBT masih berada di atas kemampuan beli PLN, sehingga menyulitkan pengembang.
“Kalau listrik EBT harganya Rp1.500 per kWh, sedangkan PLN biasa beli di kisaran Rp1.000, ya tentu tidak mau,” katanya.
Akibatnya, banyak pengembang EBT yang belum bisa melanjutkan proyek karena perjanjian jual beli listrik (PPA) tidak kunjung ditandatangani. Dalam situasi seperti ini, pemerintah dinilai harus menutup selisih harga untuk mendorong penetrasi EBT.
“Ini banyak keluhan dari pengembang EBT. Mereka sudah siap produksi. Kemudian perjanjian jual-beli listriknya nggak diteken-teken otomatis gak jalan-jalan,” tegasnya.
Meski demikian, ia menilai EBT bukan satu-satunya sumber energi di masa depan, melainkan pelengkap yang harus berjalan berdampingan dengan energi fosil. “Saya melihat EBT itu pelengkap. Jadi saling melengkapi,” ujarnya.
Sebagai informasi, skema power wheeling menjadi salah satu isu krusial dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Konsep ini dinilai berpotensi mendorong liberalisasi sektor ketenagalistrikan.







