Beranda Batubara Menteri Bahlil Wacanakan Kenaikan DMO Batu Bara di atas 25%

Menteri Bahlil Wacanakan Kenaikan DMO Batu Bara di atas 25%

BAHLIL DMO
Ilustrasi. Dok: PLN EPI

Jakarta, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membuka wacana untuk menaikkan kuota domestic market obligation (DMO) batu bara menjadi lebih dari 25%. Wacana tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, pada Selasa, 11 November 2025.

“Bahkan ke depan kita akan merevisi RKAB DMO mungkin bukan 25% bisa lebih dari itu, kepentingan negara di atas segala-galanya,” ungkap Bahlil, dikutip Kamis (13/11).

Wacana ini muncul setelah anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Ramson Siagian, mengungkapkan temuan bahwa kuota DMO PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melebihi ambang batas, mencapai hingga 55%. Menanggapi hal tersebut, Bahlil membenarkan bahwa kondisi itu terjadi karena harga batu bara di pasar global tengah melemah, sehingga penjualan lebih didorong ke pasar domestik.

“Jadi Pak Ramson bicara itu ada benarnya. Tapi tidak semua benar, karena PTBA itu gak ekspor kemarin karena harga juga lagi jatuh, kemudian dia dorong ke PLN, dan ada aturan memang di HBA yang harus dijual dengan harga HBA. Itu kita clearkan gak ada masalah,” beber Bahlil.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Ramson Siagian, menyoroti ketidakseimbangan pelaksanaan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) di sektor batu bara. Ia mengungkapkan, berdasarkan data yang diperolehnya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) telah memenuhi bahkan melampaui kewajiban DMO hingga sekitar 55% dari total produksinya.

Namun, di sisi lain, sejumlah perusahaan tambang lainnya justru belum memenuhi ketentuan minimal 25% untuk kebutuhan dalam negeri.

“Soal DMO-DPO, bahwa kebijakan domestic market obligation dan domestic price obligation 25% dari semua industri pertambangan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi kami memperoleh data dari Bukit Asam, bahwa mereka sampai sekitar 55% dari produk mereka untuk DMO, tapi dari perusahaan-perusahaan tambang yang lain tidak memenuhi 25%, ini perlu penjelasan dari Pak Menteri,” jelasnya.

Ramson menekankan pentingnya transparansi dan pemerataan dalam pelaksanaan kebijakan DMO tersebut. Ia meminta agar Kementerian ESDM memberikan penjelasan yang jelas, mengingat persoalan teknis seperti ini kerap tidak sampai ke tingkat Presiden.

“Ini tolong penjelasan yang penting karena buat Bapak Presiden tidak sampai kepada hal teknis begini harus diperiksa. Ini harus ada kesiembangan di masyarakat,” pungkasnya.

Ketentuan DMO sebesar 25% dari rencana produksi bagi pemegang IUP, IUPK, Kelanjutan PKP2B, dan Kelanjutan Kontrak Karya tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri.

Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan batu bara bagi penyediaan tenaga listrik, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan sendiri, serta sebagai bahan baku atau bahan bakar bagi industri dalam negeri.

Kepmen tersebut kemudian diubah menjadi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 399.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 267.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri yang 25 % tadinya dari rencana produksi menjadi dari realisasi produksi.