Palembang-TAMBANG,- Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) resmi merilis buku berjudul “Ekonomi Hijau Pertambangan (EHP) bertepatan dengan Temu Profesi Tahunan (TPT) ke XXXIV yang dilaksanakan di Palembang, Sumatera Selatan Pada Selasa dan Rabu, (11-12/11). Buku ini, meskipun masih dalam bentuk rilis, akan menjadi acuan bagi sektor pertambangan dan daerah-daerah penghasil sumber daya alam dalam mengelola potensi secara berkelanjutan.
Sektor pertambangan, telah menjadi salah satu sektor dengan kontribusi terbesar bagi perekonomian nasional. Kontribusi sektor ekstraktif ini tidak hanya dalam bentuk penerimaan negara tetapi juga dalam aspek lain seperti penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan perekonomian lokal.
“Singkatnya pertambangan telah menjadi andalan dalam transformasi ekonomi nasional. Lebih lagi ketika Indonesia berhasil mendorong hilirisasi atas produk-produk pertambangan,”terang Budi Hartono, Ketua Bidang Kajian Pasca Tambang dan Ekonomi Hijau Pertambangan, PERHAPI di Palembang (11/11).
Meski demikian harus diakui ada ancaman yang perlu segera dicarikan solusi secara khusus terkait kehidupan masyarakat pasca kegiatan pertambangan. “Harus diakui rasanya tidak mudah untuk menyandingkan term “hijau” atau “berkelanjutan” pada industri ini. Sektor pertambangan masih dilihat sebagai salah satu kontributor kerusakan lingkungan. Di sisi lain kegiatan penambangan pasti akan berakhir ketika cadangan sudah habis atau sudah tidak ekonomis ditambang,”lanjut Budi.
Kawasan yang tumbuh di sekitar wilayah operasi tambang sering kali hilang karena terbuai dengan ekonomi yang bergantung pada operasi pertambangan. Ketika kegiatan pertambangan berakhir, wilayah yang sebelumnya berkembang secara perlahan menurun.
PERHAPI dalam beberapa tahun terakhir ini telah mendorong mewujudkan ekonomi hijau dan berkelanjutan. “Kita ingin agar ketika tambang berakhir, wilayah yang telah tumbuh tidak menjadi sia-sia. Ini harus dimulai dengan gerakan ekonomi hijau dan berkelanjutan. Program-program PPM dan Reklamasi bentuk lain harus dikelola sebagai cikal bakal pengembangan kawasan atau initial mover,” lanjut Budi.
Ketua Umum PERHAPI Sudirman Widhy Hartono menegaskan, sektor ekstraktif ini cepat atau lambat akan selesai seiring dengan habisnya bahan galian tambang yang tidak terbarukan. Oleh karena itu kita semua harus mulai melakukan tranformasi ekonomi pertambangan saat ini menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Menurut Widhy, bagi warga masyarakat di sekitar lokasi kegiatan operasi produksi perusahaan tambang tidak lagi hanya bergantung pada roda ekonomi yang berjalan karena kegiatan pertambangan di wilayah tersebut. Masyarakat harus terus diberdayakan untuk menjalankan roda perekonomian pasca kegiatan tambang berakhir atau mineclosure. Perusahaan lewat kegiatan PPM dan program lainnya diminta untuk mempersiapkan kehidupan perekonomian pasca tambang.
“Gerakan ini perlu ditransformasikan secara strategis lewat optimalisasi penggunaan DBH SDA Minerba, instrumen kebijakan dan regulasi dalam membangun keberlanjutan pengembangan kawasan yang dimotori oleh aktivitas produktif dan usaha, sehingga menjadi prime mover keberlanjutan Kawasan dengan pendekatan ekonomi hijau dan berkelanjutan, ”ungkap Widhy.
Ia menegaskan bahwa semangat UUD 1945 pasal 33 tidak hanya bermakna transformasi ekonomi nasional dari barang tambang untuk masyarakat yang jauh dari operasi penambangan tetapi juga mentransformasi ekonomi masyarakat di lingkar tambang. “Konsep keberlanjutan yang sudah harus dibangun oleh perusahaan tambang adalah masyarakat tetap hidup sejahtera ketika kegiatan usaha pertambangan berakhir. Itu sudah harus dimulai saat ini,”lanjut Widhy.
Direktur Pembinaan Pengusahan Batubara, Surya Herjuna menegaskan bahwa industri pertambangan adalah prime mover yang menggerakan perekonomian. “Ini yang membuat suatu area operasi tambang yang sebelumnya tidak banyak penghuni secara perlahan tumbuh menjadi salah satu Kawasan. Mereka kemudian hidup dan bergantung pada kegiatan operasi pertambangan. Tetapi kegiatan penambangan pasti akan berakhir sehingga perlu disiapkan bagaimana kehidupan masyarakat lingkar tambang pasca operasi,”tandasnya.
Pihaknya menurut Surya mencoba melakukan kolaborasi pasca tambang tidak hanya terkait dengan masalah penanganan aspek lingkungan, aspek bahaya area pasca tambang tetapi bagaimana menggerakan ekonomi minimal mendekati ekonomi saat tambang beroperasi. “Memang tidak akan sama tetapi setidaknya mendekati. Masyarakat yang selama ini menikmati dari sisi penghasilan dari kegiatan pertambangan bisa hidup dan menjalankan kegiatan ekonomi menggantikan sector tambang,”kata Surya lagi.
Ia mengapresiasi langkah PERHAPI terkait dengan pasca tambang yang tidak hanya memperhatikan aspek lingkungan, geoteknik tetapi masyarakat yang akan menggerakan ekonomi ke depan. “Oleh karenanya sejak awal kita bantu menyiapkan tools agar perusahaan tambang memperhatikan pemberdayaan masyarakat. Itu yang harus disinkronkan dengan dokumen pasca tambang karena masyarakat inilah yang akan melanjutkan perekonomian pasca tambang,”tandas Surya.
Ke depan kegiatan pasca tambang tidak hanya dilihat dari aspek teknis tetapi juga aspek aspek lain. Pemerintah ke depan tidak hanya melihat dari sisi perbaikan lingkungan dan sosial ekonomi tetapi juga masyarakat. “Merekalah yang menjadi penggerak ekonomi pasca tambang yang harus dipersiapkan sejak awal,”tutup Surya.







