Jakarta, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) akan kembali menggunakan skema tahunan. Langkah ini dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga stabilitas harga batu bara.
“Ke depan, atas apa yang diminta DPR kepada Kami untuk melakukan revisi RKAB, dan ini akan kita lakukan tanpa pandang bulu. Supaya menjaga stabilitas,” ucap Bahlil dalam Konferensi Pers di Jakarta, Senin (11/8).
Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah memiliki kewenangan menjaga harga batu bara tetap stabil melalui pengendalian produksi. Saat harga sedang tinggi, negara memperoleh manfaat dari penerimaan pajak, sementara pengusaha meraup keuntungan.
“Kalau harganya bagus, berarti negara akan mendapatkan pajak yang baik, pengusaha juga akan mendapatkan keuntungan yang baik,” ujar Bahlil.
Menurut Bahlil, dari total kebutuhan batu bara dunia yang mencapai 8,9 miliar ton, hanya sekitar 1,3 miliar ton yang diperdagangkan di pasar global. Indonesia, berdasarkan data 2024 ke bawah, mengekspor 600–650 juta ton dari volume perdagangan tersebut.
“Total batu bara yang diperdagangkan di dunia itu sebanyak 1,3 miliar ton. sementara total kebutuhan batu bara dunia itu 8,9 miliar ton. Dari 1,3 miliar ton itu, Indonesia melakukan ekspor berdasarkan data 2024 ke bawah, itu 600-650 juta ton,” jelasnya.
Kata Bahlil, besarnya porsi ekspor ini membuat Indonesia menjadi pemain kunci di pasar batu bara dunia. Namun, penerapan RKAB tiga tahunan mendorong produksi yang berlebihan akibatnya, ketika harga turun, Indonesia tidak memiliki ruang kendali yang memadai.
“Ini gara-gara RKAB tiga tahun. Akhirnya sekarang harga turun kita gak bisa mengendalikan. Bicara bisnis kan bicara supply and demand,” beber dia.
Baca juga: Produksi Batu Bara RI Sentuh 357,6 Juta Ton pada Semester I 2025