Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat bicara terkait penangkapan mantan Direktur Teknik dan Lingkungan (Dirtekling) Mineral dan Batubara, Sunindyo Suryo Herdadi, oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Sunindyo diduga terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi tambang batu bara yang berkaitan dengan PT Ratu Samban Mining (RSM).
Juru Bicara Kementerian ESDM, Dwi Anggia, menyatakan bahwa pada prinsipnya, Kementerian ESDM menghormati proses hukum yang sedang berjalan, sambil tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
“Pada prinsipnya kita kementerian ESDM menghormati semua proses hukum tentunya dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah,” ungkap Dwi Anggia saat ditemui di Gedung ESDM, di Jakarta, Jumat (1/8).
Dwi Anggia menegaskan bahwa Kementerian ESDM selama ini berkomitmen melakukan pengawasan terhadap tata kelola pertambangan secara akuntabel dan transparan.
“Kita berkomitmen untuk tetap melakukan pengawasan dan tata kelola pertambangan yang akuntabel dan transparan. Kemudian di luar itu kita serahkan kepada aparat penegak hukum,” imbuh dia.
Lebih lanjut, Dwi Anggia memastikan bahwa Kementerian ESDM akan memberikan pendampingan hukum kepada Sunindyo Suryo Herdadi, yang saat ini masih tercatat sebagai Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK).
“Kalau pendampingan dari Kementerian pasti ada pendampingan hukum saja seperti biasa, kan kita ikuti prosesnya seperti apa,” ucapnya.
Sebagai informasi, mantan Direktur Teknik dan Lingkungan (Dirtekling) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi diamankan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu pada Kamis, 31 Juli 2025. Penangkapan dilakukan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta.
Sunindyo diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait kegiatan pertambangan batu bara oleh PT Ratu Samban Mining (RSM). Ia menjabat sebagai Dirtekling Minerba sejak April 2022 hingga Juli 2024.
Pada tahun 2023, Sunindyo menggunakan kewenangannya untuk mengevaluasi pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2023 milik PT RSM sebagai syarat untuk mendapatkan izin operasi produksi.
Hasil evaluasi tersebut kemudian dijadikan dasar untuk memperoleh persetujuan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari Ditjen Minerba. Namun, menurut Anang, dokumen reklamasi yang seharusnya melengkapi RKAB tersebut belum disetujui.
Padahal, PT RSM telah melakukan kegiatan operasi produksi sejak 2022 hingga 2023, tanpa menyetorkan dana jaminan reklamasi hingga saat ini. Kerugian dari kasus ini ditakasir mencapai Rp500 miliar.