Jakarta, TAMBANG – Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengungkapkan bahwa dirinya kerap dihubungi oleh berbagai organisasi non-pemerintah (NGO), baik dari dalam maupun luar negeri, yang menyoroti praktik pertambangan nikel di Indonesia yang dinilai ugal-ugalan atau dikenal dengan istilah “dirty nickel”.
“Sampai tiap hari saya menerima WA (WhatsApp) dari NGO, baik dalam maupun luar negeri terkait dengan utamanya nikel,” ungkap Tri Winarno dalam Halalbihalal 2025 di Jakarta, dikutip Rabu (23/4).
Tri Winarno mempertanyakan kenapa industri pertambangan nikel di Indonesia masih kerap mendapat label “dirty nickel”, padahal di lapangan, praktik reklamasi tambang nikel sudah menunjukkan peningkatan signifikan, mirip dengan kemajuan yang terjadi di sektor batu bara.
“Saya gak tahu kenapa, padahal batu bara terkait reklamasi pasca tambang equal dengan nikel. Nikel terhadap reklamasi pasca tambang cukup signifikan peningkatannya setelah kita lakukan diskusi dan sebagainya,” jelas Tri.
Dirjen Minerba Pastikan Kenaikan Tarif Royalti Tambang Tetap Untungkan Pelaku Usaha
Untuk menghapus stigma negatif terhadap industri nikel, Tri Winarno berencana mengumpulkan para pelaku usaha pertambangan. Langkah ini diambil untuk membahas berbagai aspek penting, terutama terkait operasional dan upaya reklamasi pasca tambang yang dinilai semakin membaik.
“Ke depan, kami akan mengundang Bapak Ibu sekalian terutama yang dari perusahaan dan asosiasi juga untuk diskusi bareng terkait dengan lahan reklamasi pasca tambang,” bebernya.
“Mudah-mudahan kita bareng-bareng membenahi industri ini jangan sampai juga isu reklamasi pasca tambang menjadikan kita dicap sebagai dirty nickel,” imbuh Tri.
Istilah “dirty nickel” merujuk pada nikel yang diproduksi dengan cara yang tidak ramah lingkungan, seperti menimbulkan emisi tinggi, merusak ekosistem, dan minim reklamasi pasca tambang. Sebaliknya, pasar global kini makin menuntut produksi “green nickel” yang lebih berkelanjutan.