Jakarta, TAMBANG – Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu menyebut bahwa energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bagian hilirisasi batu bara. Hal tersebut dia sampaikan dalam Indonesia Mining Forum yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis 31 Juli 2025.
“Bicara hilirisasi batu bara, komoditi batu bara ini mungkin yang paling pertama terjadi hilirisasinya. PLTU itu pemanfaatan dia sebagai energi, itu juga dalam konteks hilirisasi,” ungkap Wamen Todotua Pasaribu, dikutip Senin (4/8).
Dia menambahkan, batu bara yang digunakan sebagai bahan pencampur dalam industri baja, termasuk untuk produksi karbon steel dan jenis lainnya juga termasuk hilirisasi.
“Batu bara juga dipakai sebagai pencampuran industri steel. Karbon steel dan lain-lain itu high GAR itu pakai batu bara sudah masuk,” bebernya.
Pernyataan Wamen Todotua Pasaribu tersebut menjawab pertanyaan peserta mengenai kapan hilirisasi batu bara di Indonesia akan benar-benar dijalankan, mengingat program DME terus mengalami kemunduran dari target. Todotua menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin terjebak dalam program hilirisasi yang tidak memberikan manfaat secara keekonomian.
“Kita juga tidak mau terjebak pada hilirisasi apabila tidak memberikan manfaat strategik, yang kompetitif atau added value yang kompetitif,” jelasnya.
Lantas, benarkah energi yang dihasilkan PLTU merupakan bagian dari hilirisasi batu bara?
Chairman Indonesian Mining Institute (IMI), Irwandy Arif, menjelaskan bahwa batu bara yang dimanfaatkan oleh PLTU tidak dapat dikategorikan sebagai bagian dari hilirisasi. Pasalnya, batu bara tersebut hanya digunakan sebagai bahan bakar tanpa melalui proses pengolahan lebih lanjut yang dapat menciptakan nilai tambah.
“Kalau hilirisasi, jelas bukan. Batu bara yang dijadikan bahan bakar itu digunakan secara langsung, tanpa melalui proses pengolahan lebih lanjut. Seperti di PLTU, batu bara langsung dibakar untuk menghasilkan energi, jadi tidak termasuk dalam hilirisasi,” jelas Irwandy saat ditemui di bilangan Jakarta, 1 Agustus 2025.
Ia menjelaskan bahwa dalam PLTU, batu bara yang digunakan adalah yang langsung memenuhi spesifikasi tertentu, seperti GAR 4.200 atau 5.500. Batu bara tersebut langsung dikonversi menjadi energi tanpa melalui proses pengolahan lanjutan. Menurutnya, jika energi dianggap sebagai bentuk hilirisasi, itu merupakan hal yang biasa saja.
“Kalau PLTU, batu baranya yang langsung yang memenhii persyaratan sesuai dengan klasifikasi pltu misalnya GAR 4.200, 5.500, langsung jadi energi. (Energi itu bisa dibilang hilirisasi) Ya biasa saja,” jelasnya.
Sementara, dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Hilirisasi adalah proses pengolahan komoditas mentah menjadi produk bernilai tambah yang memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar.
“Hilirisasi Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memberikan nilai tambah dari bahan mentah yang ditambang dari perut bumi sehingga memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar dan menciptakan ekosistem industri yang berkelanjutan dan mandiri,” demikian bunyi pengertian hilirisasi dalam UU tersebut.
Adapun salah satu contoh paling menonjol adalah hilirsasi batu bara adalah gasifikasi. Dalam proses ini, batu bara diubah menjadi gas sintetis (syngas) yang kemudian dapat dikonversi menjadi Dimethyl Ether (DME), metanol, atau ammonia.
Baca juga: Kinerja Operasional dan Keuangan BUMI Melemah di Semester I 2025